Hari 9 : 5 April 2013
Saya terbangun dengan perasaan lesu. Sungguh aneh mengingat kemarin malam saya tidur dengan perasaan damai. Ada apa? Kenapa sekarang malah lesu dan galau lagi? Saya merasa seperti menunggu vonis dari hakim yang mengetuk palu. Palunya hasil biopsi Bertrand.
Sedangkan hasil PET Scan? Saya memutuskan tetap menyembunyikannya untuk sementara waktu dari Bertrand, Mama, dan Papa. Saya nggak mau mereka semakin sedih dan khawatir. Apalagi sekarang-sekarang ini Bertrand merasakan nyeri di dadanya terutama saat batuk.
Saya pun langsung memberondong Bertrand dengan sederet pertanyaan. Sakitnya di sebelah mana? Bagian dalam atau luar? Menurut Bertrand, nyeri yang terasa karena bekas jarum biopsi. Kemarin belum terasa karena masih ada sisa anestesi, namun sekarang benar-benar terasa.
Kuberanikan diri untuk meng-add pin BB Bu Ata. Untunglah nggak lama kemudian beliau menerimanya dan saya pun segera mengirim pesan BBM.
Pagi, Bu Ata, apa kabar? Terima kasih atas firman dan doanya semalam. Kemarin saya rasanya damai sejahtera, tapi hari ini koq galau lagi?
Saya termenung menatap BB, status pesan saya untuk Bu Ata hanya D (delivered, belum di-read). Ya sudahlah, aku berusaha positive thinking, mungkin Bu Ata sedang sibuk dengan urusan mandi dan makan pagi atau sedang Saat Teduh. Saya dan Bertrand pun siap-siap mandi, makan pagi dan berangkat ke rumah sakit untuk MRI otak.
Tidak ada sedikit pun kekhawatiran saya atas hasil MRI otak. Entah mengapa, saya yakin sekali hasilnya pasti bagus. Saya benar-benar penasaran pada hasil biopsi. Menurut saya, hasil biopsi itu seperti pembenaran hasil PET Scan. Saya sudah terus menerus googling soal PET Scan dan hampir semua hasi pencarian google menyatakan PET Scan sangat akurat untuk memperlihatkan penyebaran kanker. Saya hanya bisa berdoa dan menunggu mujijat.
Pukul 10 pagi Bertrand sudah mulai proses MRI, selesai kira-kira 45 menit. Selama menunggu, saya chatting dengan saudara dan teman yang cemas akan keadaan Bertrand. Salah satunya adalah dengan Herry, partner kantor saya.
Herry bilang, "Nggak mungkin Ci, Ko Bertrand kena kanker. Kalo kanker kan ada beberapa titik, masa ini ngejendol gede gitu. Lagian Ko Bertrand kan nggak ngerokok. Udah tenang aja, nggak akan apa-apa.”
Herry bilang, "Nggak mungkin Ci, Ko Bertrand kena kanker. Kalo kanker kan ada beberapa titik, masa ini ngejendol gede gitu. Lagian Ko Bertrand kan nggak ngerokok. Udah tenang aja, nggak akan apa-apa.”
"Moga-moga ya Boy,” jawab saya. Saya memang biasa memanggil Herry dengan Boy. Menurut saya, dia masih seperti anak kecil dan sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Herry berumur 29, single, anak gaul, pembawaannya supel, cuek, royal, suka bercanda, dan temannya mulai dari yang muda sampai kakek-kakek. Kalau ada masalah, dia adalah pengambil keputusan yang cepat sekali. Ambil keputusan dulu, kalau ada apa-apa, nanti dibicarakan lagi.
Sedangkan Aming partnerku satu lagi, kebalikan sifatnya. Aming sudah berkeluarga, pembawaannya tenang, dewasa, pendiam kalau sama orang yang tidak dekat, pemikir strategi yang jitu, rajin beribadah dan baca firman. Kalau ada masalah, Aming bisa berpikir sangat hati-hati dalam mengambil keputusan. Jangan cepat mengambil keputusan kemudian sesal di belakang, begitu katanya.
Sekantor dengan mereka merupakan anugerah buat saya. Kami saling melengkapi satu sama lain.
Sekantor dengan mereka merupakan anugerah buat saya. Kami saling melengkapi satu sama lain.
Selagi BBM-an, saya baru sadar pesan BBM saya untuk Bu Ata sudah R. Tapi kok nggak dijawab, ya? Lalu saya beranikan diri mengirim pesan lagi pada beliau untuk meminta ijin datang ke hotelnya. Saya ingin ketemu mereka lagi untuk minta didoakan kembali dan saya senang sekali mendengar sharing-sharing Bu Ata. Bu Ata kalau bercerita sangat seru, kadang lucu tapi tidak mengurangi kemuliaan Tuhan.
Hasil MRI akan keluar jam 2 siang. Masih ada waktu untuk mengunjungi mereka sebentar saja sebelum mereka check out hotel dan pulang ke Indonesia. Namun, tunggu punya tunggu, pesan BBM saya hanya R saja. Wah, bentar lagi Bertrand sudah selesai nih, kalau nggak bisa ketemu Bu Ata hari ini kapan lagi ya?
Namun, Tuhan memang baik sekali. Baru saja saya berpikir begitu, BB saya berkedap-kedip. Ternyata Sonya yang menanyakan kabar Bertrand dan mengundang kami ke kamar hotelnya. Saya bilang sebentar lagi selesai MRI dan akan segera ke hotel York untuk menemui mereka.
Sesampai di kamar hotel, Bu Ata menyambut kami.
Bu Ata : "Shalom Sis Rosi, Pak Bertrand, Oma dan Opa. Apa kabar?"
Kami : " Baik-baik. Terima kasih.”
Mama : "Udah mau check out ya? Sori jadi ngerepotin. Pesawat jam berapa?"
Bu Ata : "Jam setengah satu kami check out lalu langsung ke bandara. Pesawatnya sore."
Rosi : " Bu, BBMnya koq nggak dijawab. Lagi sibuk ya?"
Bu Ata : " Maafkan Sis, tadi kami sibuk doa dan baca firman sepakat. Saya baca BBM Sis Rosi tapi saya tau hari ini pasti kita ketemu. Lalu saya tadi ada email-email beberapa murid saya di luar."
Rosi : "Bingung Bu, tadi malam rasanya masih hepi-hepi aja. Bangun tidur koq galau lagi. Piye iki?"
Bu Ata : "Itu karena Sis bangun lalu bingung, hari masih panjang, nggak tau harus bagaimana. Kalau kemarin habis kita bertemu kan sudah sore, tidak jauh ke waktu tidur. Tertulis dalam Alkitab toh bahwa janganlah kita khawatir ( Filipi 4 : 6 )."
Kami mengobrol asyik sekali. Papa dan Mama bercerita sekilas tentang keluarga dan pekerjaan. Bertrand dan saya juga bercerita tentang kami masing-masing. Bu Ata juga menceritakan tentang kisah-kisah pelayanannya di seluruh pelosok Indonesia maupun berbagai belahan bumi. Seru sekali ceritanya.
Ada anak kecil yang sakit kanker di kaki, akhirnya sembuh setelah orang tua kandungnya meminta maaf. Rupanya dia anak yang tidak dikehendaki waktu dalam kandungan.
Ada anak kecil yang sakit kanker di kaki, akhirnya sembuh setelah orang tua kandungnya meminta maaf. Rupanya dia anak yang tidak dikehendaki waktu dalam kandungan.
Ada ibu sakit kanker rahim sampai perutnya buncit sekali di Mongolia. Ibu ini didoakan dan percaya bahwa Tuhan Yesus sanggup mencabut tumornya. Keesokan harinya ibu tersebut mendatangi apartemen Bu Ata dan memperlihatkan bahwa tumornya sudah tidak ada. Padahal kemarin masih teraba sebesar bola.
Kisah lain tentang wanita Mongolia yang mukanya selalu masam. Bu Ata berkata pada teman wanita tersebut bahwa wanita Mongolia ini terkena penyakit ginjal. Dan ternyata benar. Wanita tersebut harus bolak-balik ke Beijing untuk mencuci darah. Bu Ata menjelaskan ayat Mazmur 73:21 "Ketika hatiku terasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya...". Wanita tersebut dituntun untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, juga melepaskan kepahitannya. Selama dua tahun lamanya Bu Ata berada di Mongolia, wanita tersebut sembuh total.
Puji Tuhan, kuasa-Nya nyata bagi setiap orang yang mau percaya. Demikianlah iman saya bertumbuh dari pendengaran akan firman Tuhan (Roma 10:17) yang dikemas dalam kesaksian-kesaksian Ibu Ata.
Masih ada beberapa cerita seru lainnya, termasuk Mama Bu Ata yang koma pada saat Bu Ata masih di Belanda. Papanya pernah didiagnosa kanker paru karena ditemukan bejolan sebesar koin. Pasangan-pasangan yang menikah belasan tahun akhirnya bisa punya anak. Semuanya gratis, hanya pakai firman Tuhan.
Bu Ata menjelaskan umat Tuhan binasa karena kurang pengetahuan akan firman. Kita malas baca alkitab, tidak menggali kekayaan dan kuasa dalam firman jadi begitu ada masalah yang ada lemas, galau dan khawatir. Jelas-jelas Tuhan bilang bahwa kekhawatiranmu tidak akan menambah sehasta dari jalan hidup. Karena khawatir, badan memproduksi hormon stres dalam tubuh. Hormon stres itu merusak metabolisme tubuh. Sakit deh akhirnya. Keren juga ya, firman Tuhan bisa diaplikasikan oleh dokter, pikirku.
Bu Ata juga memberi penjelasan tentang firman bahwa rancangan Tuhan adalah rancangan damai dan bukan rancangan kecelakaan. Apabila kita berseru, berdoa maka Tuhan akan mendengarkan. Apabila kita mencari Tuhan, makan kita akan menemukanNya dan Tuhan akan memulihkan kita. ( Yeremia 29:11-14)
Tiba-tiba Mama bercerita kalau lututnya sering sakit. Bu Ata pun memperhatikan dan menjelaskan bahwa sakit kaki itu karena ada penyempitan di saraf tulang belakang nomer sekian ( saya lupa ). Mama membenarkan diagnosa itu karena sudah pernah periksa ke dokter dan hasilnya demikian.
" Hebat amat Bu, bisa tau tanpa pake alat - alat " seruku.
"Tuhan yang beritahu saya. Sebagai dokter, harusnya saya mendiagnosa berdasarkan bukti-bukti ilmiah seperti ronsen. Tapi bukan saya yang hebat, Tuhan yang maha tahu. Saya hanya hamba, kemulian semua buat Tuhan," jawab Bu Ata. Beliau lalu mendoakan sakit lutut Mama dan mendoakan kesehatan Papa.
Bu Ata mendoakan saya juga. Beliau mengetahui dengan pasti penyakit maag kronis menahun saya. Bu Ata juga tahu saya sedang migren. Karena kurang tidur berhari-hari, memang kepala saya rasanya sudah mau meledak. Berat sekali rasanya.
Beliau mengangkat tangan dan mendoakan saya kurang lebih seperti ini:
"Tuhan Yesus, Engkau adalah raja segala raja. Disini anakMu, Rosi menghadap Engkau. Dia telah mengalami banyak kepahitan, dia banyak mendengar kata-kata yang buruk, dia banyak dikhianati dan mendapat sakit hati. Kiranya kau urapi dia Tuhan, berilah Rosi hati yang baru yang bisa mengampuni, pengampun, yang tidak mengingat-ingat lagi yang buruk. Bersihkanlah hatinya, pakailah dia menjadi muridMu karena Rosi mempunyai hati seorang hamba. Tuhan, pada saat di kayu salib, lambungmu dihunus tombak...bolehlah kiranya kami minta sedikit saja daging dari lambungMu untuk menyembuhkan maag Rosi."
Pada saat di doakan rasanya ingin sekali saya menangis tapi saya tahan sekuat hati karena malu sama Papa dan Mama. Lalu pada saat Bu Ata meminta daging dari lambung Yesus...beliau menaruh tanganya pada ulu hati saya. Rasanya dingiiiiiiiinnn sekali, nyaman sekali.
"Tuhan, pada saat dimahkotai duri. KepalaMu berlumur darah. Engkau disalib untuk menebus dosa kami, kelemahan kami dan penyakit kami. Kiranya boleh Kau urapi Rosi kembali agar tidak migrain lagi. Terima kasih Tuhan. Amin."
Pada saat itu, Bu Ata memegang kepala saya dan rasanya, oh, Tuhan, sakitnya minta ampun seperti tertusuk duri. Kepala saya rasanya berputar dan seperti mau limbung. Saya tahu Tuhan benar-benar hadir, saya bisa merasakan kehadiranNya dan detik itu juga saya tahu bahwa saya sudah sembuh. Dan ini benar-benar terjadi, penyakit maag saya sembuh sampai sekarang. Paling ada perih sedikit saja kalau saya telat makan atau masuk angin.
Akhirnya sesi yang saya tunggu datang juga. Bu Ata sekali lagi mendoakan Bertrand. Beliau mengambil minyak wanginya. (pengurapan biasa memakai minyak. Minyak apa juga boleh ) dan berdoa, kira-kira seperti ini :
“Tuhan, Engkau yang menenun Bertrand sejak dalam kandungan. KaryaMu sungguh agung dan sempurna. Engkau mengetahui semua yang ada dalam tubuh Bertrand dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Tidak ada satu sel pun yang luput dari mataMu, Tuhan. Di sini kami semua berkumpul dan sepakat bahwa setiap penyakit yang ada dalam tubuh Bertrand akan hilang. Dia akan sembuh dan sempurna seperti yang Kau buat. Kami percaya dan pegang firmanMu Tuhan, bahwa setiap tanaman yang tidak ditanam oleh BapaKu akan dicabut sampai akar-akarnya. Kami tahu Tuhan, benjolan dalam tubuh Bertrand bukan berasal dari padaMu. Kiranya Engkau cabut, Kau buang dan Kau bakar. Terima kasih Tuhan, biarlah mujizatMu terjadi. Amin."
Sehabis berdoa, mereka siap-siap meninggalkan kamar untuk check out. Saat itu saya masih ngeyel nanya-nanya ke Bu Ata...pengen bener Bu Ata bilang bahwa Bertrand sudah 100% sembuh. Saya tanya bagaimana kalau hari Senin ternyata hasil biopsi jelek, Bertrand positif kanker.
Bu Ata tertawa dan menjawab, "Biar saja hasilnya apa. Bersuka citalah. Itu hasil hanya secarik kertas. Tidak usah khawatir, sekarang tangan Tuhan sedang bekerja mengobrak-abrik itu preparat biopsi. Dokter akan tercengang nanti hari Senin." Kami pun berpelukan dan berpisah
Berpisah dengan mereka membuat saya sedih. Ada yang kosong rasanya di hati. Aneh, padahal kami saling mengenal tidak sampai 24 jam, tapi rasanya seperti sudah dekat sekali. Saya pendam rasa ini, nggak saya ceritakan sama Bertrand, apalagi sama Papa dan Mama.
Dari hotel York kami berjalan kembali ke rumah sakit untuk mengambil hasil MRI otak. Bertrand membuka dan membaca hasilnya. Puji Tuhan, semua bagus. Tidak ada tanda-tanda penyebaran sampai ke otak. Hasil MRI itu kami bawa ke lt 14 untuk disimpan di klinik Prof. Dr. Philip Eng.
Hari itu kami habiskan dengan berjalan-jalan di Bugis Street dan Orchad saja. Saya menyempatkan waktu membeli alat tulis Smiggle titipan Patricia. Tiap hari dia BBM saya menanyakan sudah dibeli atau belum alat tulisnya. Saya pun mencoba menghabiskan hari ini dengan suka cita.
Aming, Rosi dan Herry
Cici ku ternyata berbakat bgt jd penulis, sampe ketagihan baca ceritanya..betul bgt apa yg dibilang kl ci Rosi ini akan ingat segala sesuatu hal dgn baik, buktinya bs menulis blog sesuai urutan kejadian dgn baik
BalasHapusCoba kalau saya ga akan bs ingat dan menulis seperti ini, yg ada sdh lupa bsknya hahaha
- Herry -
setuju dah sama statement diatas..selama baca dari prolog sampai dengan hari ke9 ini saya bergumam dalam hati, berbakat lhoooo nulis...(ini aja mau begadang abisin klu sanggup..hehe) ..tapi memang ci Rosi atau biasa sy panggil ci Ana ini jago dalam kata2, menghandle segala sesuatu jg ciamik..akhirnya saya ngubek nyari n baca jg BLOG ini =))
BalasHapus- Malvin -