Saya bangun pagi dan langsung mandi. Selesai mandi, saya buru-buru berdandan. Hm, dilihat-lihat, mata saya kok sembab ya? Apa karena sudah lebih dari seminggu kurang tidur? Atau karena keseringan nangis? Ah, pakai bulu mata palsu saja deh. Cling…bulu mata cetar membahana terpasang. Iih, kok malah kayak Minnie Mouse sih? Yaah, nanti orang-orang pikir saya yang mau dilamar. Mending saya cabut lagi saja deh.
Kelar dandan, saya bengong di depan lemari baju yang terbuka lebar. Hm, pakai baju apa ya? Entah kenapa, hati saya kepingin pakai warna gelap. Tapi kalau pakai warna gelap, sepupu-sepupu saya bisa mikir hati saya yang sedang sedih tingkat dewa. Acara lamaran bisa jadi nggak enak. Ya sudah, saya pun memilih warna putih dengan corak bunga merah abstrak saja. Duhh, mana sudah terdengar suara teriakan Bertrand dari lantai bawah lagi… Saya kelamaan dandannya, begitu keluhnya. Kami kan harus menjemput Papa dan Mama dulu kemudian ke daerah Kelapa Gading.
Setibanya kami di rumah Tante Kiet ( maminya Aldo ), rumah yang berdesain klasik mewah itu tampak lebih meriah dengan banyaknya hantaran lamaran. Kotak-kotak merah disusun cantik sedemikian rupa. Beberapa sepupu sudah datang dan asyik mengobrol. Begitu Bertrand datang, semua langsung menggerumuni kami.
"Gimana lu sekarang?" / "Nggak apa-apa, kan?" / "Kapan hasil test keluar?". Begitu rata-rata pertanyaan dari para sepupu.
" Aaahh, nggak apa-apa. Sehat-sehat. Ini orang-orang aja pada terlalu khawatir, wong gua biasa-biasa aja koq," jawab Bertrand.
Bertrand terlihat santai dan tertawa-tawa. Senang sekali saya melihatnya. Tiba-tiba Rubby menarikku dan kami pun terlibat dalam percakapan serius.
Rubby : "Ros, si Bertrand beneran nggak apa-apa?"
Rosi : "Hadeehh, nggak tau Rub. Gua sih takut benernya tapi kemarin ada yang doain, lumayan lega dikit. Nanti gua cerita deh kalo ada waktu. Senin gua ke Sing lagi, beneran doain ya Rub.”
Rubby : "Iya, gua doain terus koq. Lu tau nggak, gara-gara peristiwa ini gua baru sadar ternyata gua sayang bener ama lu. Ama Bertrand juga."
Rosi : "Thanks Rub. Selama di Sing, gua baru tau loh sodara sama teman yang benar-benar care. "
Rubby : "Gua beberapa hari yang lalu tidurnya nggak enak. Bangun-bangun jam empatan gitu deh, inget lu berdua. Terus gua nangis. Si Michel sampe kaget liat gua, dia nggak nyangka gua sesayang itu ama kalian wkwkwk."
Rubby : "Eh, pagi-pagi, pas nyetir mobil, di radio ada lagu BCL soundtrack-nya film Habibie, makin galaulah gua. Gua gini karena gua pernah di posisi lu. Waktu gua baru nikah, si Michel batuk-batuk terus. Tiap malem batuk sampe gua nggak bisa tidur. Kadang napasnya kayak sesak. Kalau lari keliling kompleks juga kadang nggak kuat, suka jalan sambil bungkuk-bungkuk ."
Rosi : "Hah? Koq gua nggak tau ?!! Koq nggak cerita?"
Rubby : "Iya, gua nggak cerita siapa-siapa. Sama bonyok juga nggak cerita. Takut mereka khawatir. Akhirnya setelah agak lama, gua cerita ke mertua gua. Mertua gua kaget trus nggak lama dari itu mertua gua ketemu tukang ramal di Singapore. Sialan itu tukang ramal, bilang Michel umurnya pendek. Tapi gua nggak percaya, trus ada deh kisah kesaksian gua. Nanti gua cerita. Pokoknya percaya aja Tuhan baik, mujijat itu beneran ada."
Rosi : "Jadi sembuhnya ke dokter nggak?"
Rubby : "Ke dokter Chan Tiong Beng di Singapore. Benernya dari kemaren-kemaren gua mau telepon / bbm panjang lebar ama lu, tapi gua tau kalau lu pasti lagi nggak mood."
Rosi : "Oooohh yang Michel batuk-batuk itu. Gua kira batuk biasa, nggak tau sampe separah yang lu ceritain diatas. Thanks berat ya Rub. Lu baik banget loh and you know me so well."
Setelah semua orang bergembira bercengkrama, kami serombongan pergi ke salah satu restoran terkenal di Kelapa Gading. Acara lamaran Aldo - Anita digabung dengan acara ulang tahun Anita. Meja-meja bundar sudah disiapkan dan saya duduk bersama para sepupu.
Di sana saya tidak dapat sepenuhnya menikmati acara. Makanan yang memenuhi meja keliatannya enak-enak. Namun selera makan saya raib entah kemana. Saya paksakan mengambil setiap menu sedikit saja, kalau sampai nggak makan sama sekali kan nggak enak sama yang ngundang. Wong lagi acara hepi-hepi, haram hukumnya saya bermuka muram. Penyakit mood dan rasa khawatir mendadak menyerang lagi. Waduh, kacau ini sih...jangan sampai tiba-tiba saya nangis. Eh, pucuk dicinta ulam tiba. Omnya Anita tiba-tiba berdiri di samping saya menawarkan mik buat karaoke. Saya sambar mik dan saya putuskan nyanyi apa aja yang sedang ada di layar tivi. Suara ngepas nggak apa deh, daripada nangis. Betul, nggak?
Akhirnya acara pun selesai dan kami balik ke rumahTante Kiet. Di sana saya baru bisa ngobrol dengan papanya Aldo saat pada pamitan. Papanya Aldo adalah seorang paman yang sangat baik, bijaksana dan humoris.
Papa Aldo : "Gimana Ros?"
Rosi : "Nggak tau, Om. Hasil biopsi besok baru keluar. Bantu doa ya Om. Rosi takut."
Papa Aldo : " Iya, tenang. Nggak ada apa-apa. Hasil tumor maker-nyanya emang tinggi?"
Rosi : "Enggak tinggi semua jauh dibawah nilai rujukan.”
Papa Aldo : "Ya sudah, pasti semua bagus. Harus optimis dong. Bertrand masih muda gitu. Kemaren mamanya Aldo juga sembahyang, Om bantu pasang lilin hehehe."
Rosi : "Makasih ya, Om"
Perjalanan Kelapa Gading - rumah mertua di Jakarta Barat membuat saya penat. Mata perih dan kepala pun terasa berat. Saya benar-benar ingin pulang, diam di kamar untuk berdoa atau baca Alkitab. Sesampai di rumah mertua, saya lihat ada mobil Ko Jhonson (Sepupu Bertrand). Ci Ribkah - istri Ko Jhonson terlihat kaget melihat Bertrand dan berseru, "Loh…loh…koq ada Bertrand. Nggak apa-apa kamu?"
Entah mengapa saat itu saya kesal sekali mendengarnya dan saya jawab dengan agak ketus, "Nggak apa-apa, emangnya ada apa Ci?"( Maaf ya Cici, saya sudah ketus)
Terus terang saya bingung sekali. Setahu saya, semua orang tahu Bertrand sakit, ada benjolan di paru. Kami pergi dari Selasa itu dalam rangka check up dan sampai sekarang belum ada vonis apa pun dari dokter mengenai sakitnya Bertrand. Hasil PET Scan jelek itu yang tahu hanya saya dan Lucia.
Di ruang makan keluarga akhirnya saya nggak enak hati sendiri sudah ketus pada Ci Ribkah. Ko Jhonson dan Ci Ribkah ini pasangan suami istri yang sangat baik, mereka pendiam, perhatian pada saudara dan juga hamba Tuhan yang taat. Saya memutuskan minta maaf atas keketusan saya.
Rosi : "Ci, tadi maaf ya. Saya ngomongnya agak keras. Abis capek dan khawatir menunggu hasil besok." ( Minta maaf tapi masih excuse. Jangan ditiru!)
Ci Ribkah : "Iya, ndak apa-apa. Pokok'e kita berdoa Bertrand cepet sembuh."
Rosi : "Saya kesel beneran Ci. Udah capek, bingung, entah siapa yang bikin gosip Bertrand kena kanker. Sampe ada yang BBM tanya Bertrand apa bener kanker ? Wong hasil belum keluar. Bertrand sama saya itu benar-benar perlu dukungan, bukan omongan yang enggak-enggak kayak sekarang. Bertrand sampe marah. Saya juga marah, Ci. Capek Ci..."
Rosi : "Ada lagi omongan, ngapain kami pulang ke Jakarta cuma dua hari. Buang-buang uang buat tiket sama mentingin lamaran Aldo. Aduh Ci, saya ini ada anak tiga orang. Semua masih kecil-kecil. Mana bisa saya tinggalin lama-lama? Bisa ketemu anak, bisa meluk mereka, itu obat buat saya. Kalau nggak inget ada anak, saya udah ambruk dari kemaren-kemaren. (Nggak kerasa, saya sudah teriak nangis disini. Meledak sudah emosi saya selama berhari-hari. Menulis ini pun saya menangis kembali)
Ci Ribkah : "Iya, Cici ngerti. Kamu yang sabar ya. Dampingi Bertrand. Orang ngomong macem-macem yo wis...jangan didenger .”
Mama : "Rosi capek ya? Ya udah pulang, tidur dulu. Nanti malam kita misa bareng ya."
Sebelum pulang, Ko Jhonson mendoakan kami.
Sehabis misa pada pukul 7 malam, saya mendapat telepon dari Romo Yoseph Gerungan O'Carm. Romo Yoseph merupakan romo sahabat keluarga kami. Saat ini Romo berkarya di biara Karmel, Baturiti Bedugul - Bali. Hampir setiap kali liburan keluarga ke Bali, kami menyempatkan diri menginap 1-2 malam di rumah retret Karmel, Bedugul. Tempatnya asri sekali, dengan kamar-kamar sederhana yang bersih, ruang doa dengan view gunung, gua Maria yang besar, kami bisa retret dan berdoa dengan sangat tenang.
Romo Yoseph mengetahui kabar Bertrand dari SMS Mama. Romo menelepon saya karena tahu bahwa saya akan khawatir luar biasa. Romo mendoakan kami dan mengatakan sebagai istri, saya adalah tiang keluarga. Saya harus siap mendampingi dan menghibur Bertrand.
Seusai telepon Romo, tiba-tiba saja saya mendapat dorongan untuk menelepon tante saya, adik Papi di Bandung. Saya memanggilnya Ooh Vera. Secara singkat saya ceritakan keadaan Bertrand dan minta dukungan doa dari Ooh Vera. Tante saya yang cantik ini merupakan hamba Tuhan. Sering mendapat panggilan membawakan ceramah dari gereja ke gereja. Ooh terdengar sangat kaget mendengar kondisi Bertrand dan berjanji akan membantu dalam doa.
Sehabis semua urusan rumah beres, saya packing-packing kembali baju untuk kepergian kami besok subuh. Bingung kembali menata baju. Kemarin selama hampir seminggu, secara sengaja saya menaruh semua baju warna cerah. Saya tidak mau ada warna suram selama proses pemeriksaan. Sekarang warna cerah udah abis, baru tadi pagi dicuci sama mbak. Belom pada kering sekarang. Ya sudah saya sambar saja baju yang ada, toh hanya semalam kami pergi.
Habis beres-beres dan berdoa, saya segera pergi tidur. Pak hansip seperti kemarin tak kudengar memukul tiang hari lagi.
Kiri : Bertrand, Michel, Aldo, Nita
Kanan : Rubby & Rosy
Papi Teddy-Mami Senny, Romo Yoseph, Romo Dinong, Mama Elisabeth-Papa Henry
Tidak ada komentar:
Posting Komentar