Minggu, 30 Maret 2014

Hari 3 : 30 Maret 2013

Hari 3 : 30 Maret 2013
             
            Pagi ini, entah kenapa, saya terbangun dengan hati ceria. Wajah Bertrand pun terlihat senang. Suhu badannya kembali normal, kepala tidak pusing, dan badannya sudah tidak lemas. Percakapan singkat kami di pagi hari :
Rosi         : "Makan mie yuk. Lapar, nih."
Bertrand : "Ntar aja deh. Kita ke RS Graha Kedoya lagi yuk. Saya mau foto paru aja, abis batuk nggak sembuh-sembuh. Sekalian bawa hasil test lab yang kemarin buat diliatin ke dokter. Capek, udah 3 minggu nih. Abis dari situ baru jajan."
Rosi         : "Oke, deh"
            Setibanya di rumah sakit, kami langsung menuju IGD. Dokter jaga hari itu adalah dokter Suwoto. Bertrand memberikan hasil laboratorium dan menceritakan apa yang dirasakannya selama ini hingga kemarin ia jatuh pingsan. Bertrand juga menyatakan kebingungannya karena batuknya nggak kunjung sembuh. Karena alasan itulah ia ingin ronsen paru saja. Dokter Suwoto pun menyetujui dan membuat surat pengantar foto ronsen.
            Kira-kira setengah jam kemudian hasil foto pun keluar. Menurut dokter, semua hasil darah baik kecuali Hb yang rendah. Saya pun bertanya, “Dok, kira-kira ada hal-hal yang membahayakan jiwa nggak?” Dokter menjawab sambil tertawa, "Ah, kamu sih jadi istri terlalu sayang suami. Dari hasil darah sih oke. Hb rendah mungkin karena ada infeksi yang belum beres. Coba kita lihat hasil ronsen, ya. "
Lalu dokter menaruh hasil ronsen di atas lampu, di sana beliau sedikit terdiam lalu berkata, "Saya liat sih di paru kanan ada bayangan lho. Baiknya sih konsul ke dokter paru saja. Dokter paru lebih bisa menjelaskan ini bayangan apa, lalu langkah selanjutnya harus apa.”
“Dokter paru pagi ini ada yang praktek nggak, Dok?" tanya Bertrand. Suster IGD pun membantu menghubungi klinik dokter paru dan berkata bahwa ada dokter Wim Lambey yang praktek. Kemudian suster itu membantu membuatkan janji temu.
            Kami pun segera menuju ke lantai dua tempat dokter Wim Lambay praktek. Tak lama kemudian kami pun dipanggil. Ternyata dokter Wim sudah senior, mungkin sudah hampir 70 tahun. Bertrand pun merincikan kembali apa yang dirasakannya dan memberikan semua hasil test darah dan ronsen paru.
            Pemeriksaan fisik pun dilakukan. Menurut dokter, selaput dalam hidung berwarna merah mengindikasikan adanya inflamasi (radang). Hal ini bisa dikarenakan alergi. Setelah itu dokter melihat hasil ronsen paru. Sama seperti yang dikatakan oleh dokter Suwoto, dokter Wim menyatakan bahwa ada bayangan berwarna putih di paru-paru kiri. Untuk memastikan bayangan itu apa dan berukuran berapa, harus dilakukan CT Scan.
            CT Scan diperlukan untuk melihat gambaran organ tubuh yang tidak dapat dilihat dengan standar pemeriksaan X-Ray biasa. CT Scan juga dapat melihat, mendeteksi, dan mendiagnosa beberapa jenis kelalaian dalam tubuh kita. Sebelum pemeriksaan CT Scan, pasien yang akan diperiksa wajib puasa terlebih dahulu. Untungnya terakhir kali Bertrand makan adalah kemarin malam. Jadi dia bisa langsung melakukan CT Scan hari ini. 
            "Saya akan beri surat pengantar CT Scan di lantai satu. Hasilnya bawa  ke saya hari Rabu sore. Saya juga kasih pengantar ke laboratorium untuk test dahak. Setiap pagi begitu bangun tidur, berusahalah batuk sekeras mungkin supaya cairan dari dada keluar. Taruh di tempat yang nanti diberi oleh laboratorium. Test dahak dilakukan tiga hari berturut-turut, jadi mulai besok, Minggu -Senin -Selasa. Jadi pagi-pagi, saat bangun tidur batuk, taruh dahak di tabung dan langsung antar ke laboratorium," ujar dokter. Bertrand bertanya untuk apa test dahak itu dilakukan. Menurut penjelasan dokter, test itu untuk memeriksa kemungkinan TBC atau hal lainnya.
            Saat sebelum CT Scan, perlu dilakukan pemasukan cairan kontras dahulu. Pemasukan cairan kontras melalui suntikan diperlukan untuk memperjelas gambaran pembuluh-pembuluh darah dan struktur organ-organ tubuh seperti otak, paru-paru, tulang belakang, hati, lambung dll.        
Setelah disuntik, Bertrand diwajibkan berbaring selama kurang lebih setengah jam agar cairan dapat mengalir rata di dalam pembuluh darah. Proses CT Scan berlangsung kira-kira 45 menit dan setelah CT Scan, pasien diwajibkan minum air putih sebanyak-banyaknya. Tujuannya agar tidak merusak fungsi ginjal. Hasilnya keluar kira-kira pukul lima sore.  
            Saat tengah hari, kami memutuskan untuk pulang ke rumah mertua. Kami makan siang di sana sambil mengobrol santai. Hubungan kami memang dekat sekali. Apabila teman-teman saya mengunjungi orangtua atau mertua seminggu sekali, saya bisa menemui mertua tiga atau empat kali seminggu mengingat rumah kami berdekatan. Seusai makan, kami pun pulang.
            Pada sore harinya, kami mengantar anak-anak ke rumah mertua karena kami harus pergi ke RS Grha Kedoya untuk mengambil hasil CT Scan. Saat hasilnya sudah di tangan saya, cepat-cepat saya buka. Hasilnya hanya satu halaman. Di dalamnya tertera berbagai istilah kedokteran yang tidak saya mengerti. Jadi saya mencoba mengartikan bagian  kesimpulan saja.
            Pada bagian kesimpulan tertera :
-Tampak mass dengan perbatasan tak rata, ukuran 4.31 cm x 6.52 cm x 5.69 cm pada lobus superior paru-paru kiri (segment 3), dengan perifokal infiltrat, menempel pada dinding mediastinum kiri, tak bisa menyingkirkan sebagai malagnancy, usul dilakukan biopsi untuk konfirmasi.
-Tampak Lymphadenopathia signifikant pada paratrachea kanan & precarinal bilateral.
          Entah kenapa, membaca kesimpulan itu membuat saya tenang. Saya bahkan menghibur Bertrand supaya tidak khawatir. Saya yakinkan bahwa semuanya baik-baik saja. Dulu saya pun pernah mengalami benjolan di payudara. Namun setelah melakukan pemeriksaan sana-sini ternyata hanya gumpalan air susu. Saya juga pernah memiliki kista di rahim sampai merasa panik setengah mati. Apalagi saat itu anak-anak masih balita. Ternyata setelah dicek ke sana sini bahkan sempat ke Singapore segala, kista itu tidak berbahaya. Hanya kista hormonal dan bisa diatasi dengan minum pil KB. Puji Tuhan sekarang kista itu sudah lenyap.
        Kami pun pulang ke rumah mertua untuk makan malam dan menghabiskan malam Minggu di sana. Di rumah mertua, saya iseng nyeletuk pada Bertrand, "Buka Google gih, liat itu istilah-istilah yg aneh-aneh di hasil Ct-Scan." Saat itu saya sedang asyik nyamil makanan di meja makan. Bertrand pun menuruti saranku dan sibuk dengan Iphone-nya.
       " Ketemu nggak istilah-istilahnya," celetuk saya iseng.
       "Ada. Magnancy udah ketauan artinya. Artinya kanker ganas, " jawab Bertrand. Seketika itu juga saya lemas. Hah? Nggak salah nih?! Di Ct-Scan ditulis dengan jelas kalau tak bisa menyingkirkan sebagai malagnancy. Gimana kalau Bertrand benar-benar terkena kanker paru? Gimana dengan kelangsungan hidup saya? Gimana dengan anak-anak kami yang masih kecil-kecil? Ya Tuhan, saya langsung lemas membayangkan yang tidak-tidak.
       Buru-buru saya buka google dan mengetik nama Prof. Dr. Wim Lambey. Saya ingin segera bertemu dia untuk memperlihatkan hasil CT Scan. Dari hasil googling ditemukan jadwal prakter dr Wim. Beliau praktek hari Sabtu sore di Apotek Trisakti - Grogol sampai jam 18.00. Pada saat ini jam menunjukkan hampir pukul enam sore. Saya pun langsung menelepon Apotek Trisakti dan menanyakan keberadaan dr Wim. Apa daya, dokter sudah hampir pulang dan tidak bisa menunggu kami.
        Bertrand pun menyuruh saya sabar karena test dahak yang tiga hari pun belum dilakukan. Hasil test dahak baru ada hari Rabu. Lebih baik sekalian menunggu hari Rabu baru menemui dokter sesuai perjanjian awal.
          Duh, gimana saya bisa sabar? Jujur, saya takut sekali. Saya pun buka-buka google untuk mencari ciri-ciri kanker paru. Dari berbagai ciri-ciri kanker paru, tidak ditemukan kecocokan dengan keadaan fisik Bertrand saat ini.
            Ciri-ciri kanker paru pada umumnya adalah :
- Batuk berdahak terus menerus, bisa juga mengeluarkan darah.
   Bertrand memang batuk tapi batuk kering.
- Selera makan menurun sehingga berat badan pun turun.
   Bertrand selera makannya baik, berat badan pun stabil.
-  Suara serak
   Suara Bertrand tidak serak
- Pembengkakan di wajah dan leher
  Tidak adanya pembengkakan
- Kuku tangan berwarna biru kehitaman
  Warna kuku normal
        Walaupun ciri-ciri tersebut seharusnya menenangkan hati saya, tapi pada kenyataannya sama sekali tidak. Pikiran saya kalut, hati saya jauh dari tenang. Saya ingin pulang cepat-cepat. Saya mau menangis, mau berdoa Novena, dan mau berkeluh kesah pada Tuhan.
       Sepulang dari rumah mertua, saya menunggu anak-anak tidur sebelum mulai berdoa. Saya melakukan doa Novena 3x Salam Maria, doa Mujizat, dan doa pribadi pada Tuhan agar Bertrand terbebas dari kanker. Entah berapa banyak air mata yang saya cucurkan. Saya takut sekali. Bagaimana kalau Bertrand kanker? Bagaimana proses dan biaya pengobatan? Bagaimana kalau Bertrand meninggal? Bagaimana nasib saya dan anak-anak? Tak kuat saya membayangkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi.
         Selesai berdoa, Bertrand dan saya pun bercakap-cakap. Saya menanyakan perasaannya saat ini. Saya benar-benar ingin memahami Bertrand. Walaupun kami sudah menikah selama sebelas tahun tapi terkadang saya masih harus menebak-nebak pikiran dan perasaan dia. Bertrand memang humoris dan suka bercanda tapi untuk hal-hal pribadi, kadang dia sukar mengutarakannya.
            Bertrand berkata,  Feling gua baik-baik saja. Nggak lah kena kanker. Tapi kalau iya, nanti kamu sama anak-anak gimana? Gimana kalau harus berobat sama kemoterapi? Uang yang keluar gede sekali."
            Saya pun menjawab, "Nggaklah. Jauh dari kanker. Kamu tenang aja, jangan stress.”        Sambil berkata begitu, saya setel muka tenang dan tersenyum walaupun hati saya hancur, menangis, dan menjerit. Good acting, Rosi....dan hari ini saya mendengar pak hansip  memukul tiang listrik 2 kali juga seperti kemarin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar